Dengan 1,5 Triliun Rupiah, Ditjen Pajak Wujudkan Implementasi Teknologi Big Data Guna Amankan Pajak

Mengikuti Sukses Implementasi Teknologi Big Data

Pemberitaan tentang suksesnya implementasi teknologi Big Data di negara-negara maju oleh perusahaan-perusahaan web service seperti halnya Google, Facebook, Amazon, maupun Yahoo!, mungkin sudah cukup sering kita simak. Bukan hanya oleh sektor swasta, di Amerika Serikat teknologi Big Data juga telah sukses diterapkan oleh institusi-institusi pemerintah. Sebagai salah satu contohnya, sebut saja NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang mengelola 30 petabytes data baru pertahunnya. Data-data tersebut berasal satelit, kapal laut, pesawat terbang, buoy, dan sensor-sensor lainnya, yang kemudian diberdayakan untuk menyediakan layanan cuaca nasional (National Weather Service). Layanan cuaca ini menyediakan informasi seputar peringatan cuaca buruk maupun petunjuk cuaca untuk sektor publik dan swasta, termasuk Departemen Pertahanan Amerika Serikat dan NASA. Dalam hal ini, Indonesia tidak mau ketinggalan, dalam beberapa tahun terakhir, gencar diberitakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) sedang giat-giatnya membangun infrastruktur untuk mengimplementasikan teknologi Big Data guna mengamankan penerimaan pajak. Demi mencapai tujuan itu, Ditjen Pajak mendapat dukungan anggaran hingga 1,5 triliun Rupiah dari pemerintah.



Potensi Big Data bagi Penerimaan Pajak

Potensi apa yang dibidik oleh Ditjen Pajak dari implementasi teknologi Big Data? Dikatakan bahwa penerapan analisa Big Data dalam konteks penerimaan pajak memiliki banyak potensi, diantaranya: memperkaya profil wajib pajak, melihat relasi antar wajib pajak, dan mengidentifikasi resiko ketidakpatuhan setiap wajib pajak. Profil wajib pajak dapat diperkaya dengan informasi tentang perilaku dan kebiasaan hidup wajib pajak tersebut, yang nantinya dapat diberdayakan untuk mengungkap harta maupun penghasilan yang disembunyikan. Sedangkan, relasi antar wajib pajak dapat digunakan untuk mendeteksi grup-grup wajib pajak yang saling berhubungan, khususnya dalam urusan finansial, sehingga dapat mengetahui transaksi-transaksi finansial yang terjadi diantara mereka. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk membaca pola-pola penipuan ataupun penghindaran pajak yang mungkin disembunyikan. Kemudian, dengan mengidentifikasi resiko ketidakpatuhan setiap wajib pajak, pengawasan dapat difokuskan pada wajib pajak - wajib pajak dengan resiko ketidakpatuhan yang tinggi. Pada intinya, pemberdayaan Big Data dengan implementasi teknologi Big Data yang tepat, mengandung potensi yang besar dalam memerangi penghindaran maupun penipuan pajak.

Untuk merealisasikan implementasi teknologi Big Data dalam rangka mengamankan penerimaan pajak, Ditjen Pajak sudah melaksanakan tender dan membangun infrastruktur Big Data yang canggih berupa: (1) cluster Hadoop untuk data integration dengan 504 core, 3,5 terabytes RAM, dan memiliki kapasitas penyimpanan sebesar 100 terabytes, (2) cluster Hadoop (data platform) dengan 408 core, 4,2 terabytes RAM, dan berkapasitas penyimpanan 465 terabytes, (3) cluster Enterprise Data Warehouse dengan 112 core, 2 terabytes RAM, dan media penyimpanan sebesar 235 terabytes.

Darimana Ditjen Pajak Menghimpun Data?

Lalu, dari mana sumber Big Data yang dapat diberdayakan oleh Ditjen Pajak? Data yang sifatnya terbuka untuk konsumsi publik atau yang dikenal juga dengan istilah Open Source Intelijen (OSIN) sudah tersedia secara berlimpah di dunia maya Internet yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja termasuk Ditjen Pajak tentunya. Lebih dari itu, Ditjen Pajak dikatakan juga telah memiliki data dari pihak ketiga yang diperoleh lewat kerja sama pertukaran data yang berupa informasi kepemilikan saham, penanaman modal, impor-ekspor, pemenang lelang, kepemilikan sekuritas, dan kepemilikan kendaraan mewah (PMK 16/2013, PMK 79/2013, PMK 95/2013, PMK 132/2013, PMK 191/2014). Kemudian, Ditjen Pajak juga telah mewajibkan 23 bank/lembaga penyelenggara kartu kredit untuk memberikan rincian jenis data dan informasi perpajakan mulai tanggal 31 Mei 2016 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 39/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Permenkeu No. 16/PMK.03/2013 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan. Menurut lampiran PMK No. 39/PMK.03/2016 tanggal 22 Maret 2016, sebanyak 66 instansi/lembaga pemerintahan telah diwajibkan untuk memberikan data dan informasi perpajakan kepada Ditjen Pajak, termasuk diantaranya adalah BPJS, seluruh Pemda, Kemdagri, BPN, Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia (BI), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kementrian Keuangan.

Demikianlah, Ditjen Pajak telah mengambil langkah nyata dalam penerapan teknologi Big Data mengikuti jalan yang telah sukses ditempuh oleh institusi-institusi maupun perusahaan-perusahaan ternama di negara-negara maju. Tindakan ini telah mendapat dukungan pendanaan yang relatif besar yang diharapkan dapat memberantas kegiatan-kegiatan penghindaran maupun penipuan pajak, sehingga penerimaan pajak negara dapat diamankan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Kerajaan Singasari

Pesawat Sederhana