Perjuangan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia

Ternyata situasi di Indonesia setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia belum sepenuhnya aman dari para penjajah. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa peristiwa-peristiwa yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Berikut ini merupakan kita ulas sejarah tentang perjuangan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 

Ternyata situasi di Indonesia setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia belum sepenuhnya aman dari para penjajah. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa peristiwa-peristiwa yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia. Berikut ini merupakan kita ulas sejarah tentang perjuangan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Bangsa Belanda tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan mendompleng pasukan Sekutu, Belanda berusaha untuk menjajah Indonesia kembali. Bangsa Indonesia tentu saja menolak keras kehadiran Belanda. Sehingga terjadi perang untuk mempertahankan kemerdekaan.

A. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
 
1. Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu dari Inggris mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan ini dipimpin oleh Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby. Mereka diberi tugas untuk melucuti persenjataan pasukan Jepang di Indonesia dan menyelamatkan tawanan perang. Pada tanggal 26 Oktober 1945 tentara Sekutu menyerang penjara Kalisosok Surabaya untuk membebaskan perwira tinggi Belanda. Keesokan harinya, Pangkalan Udara Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio, dan beberapa tempat penting lain di Surabaya berhasil direbut tentara Sekutu. Mereka juga menyebarkan selebaran dari pesawat udara selebaran berisi perintah agar masyarakat Surabaya segera menyerahkan persenjataan yang direbut dari Jepang.
 
Rakyat Surabaya bangkit melawan pasukan Inggris. Seluruh masyarakat Surabaya bergerak memberikan perlawanan sengit. Pasukan Inggris berhasil dihancurkan pada tanggal 29 Oktober 1945, bahkan Mallaby tertawan. Untuk membebaskan Mallaby, pihak Inggris melakukan perundingan dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden M. Hatta, dan Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin.
 
Dalam perundingan yang berlangsung selama dua hari, akhirnya pihak Inggris mengakui keberadaan Pemerintah Republik Indonesia, TKR (Tentara Keamanan Rakyat), dan Polri (Polisi Republik Indonesia). Pada perundingan tersebut juga disepakati adanya gencatan senjata. Meskipun telah tercapai gencatan senjata, akan tetapi masih terjadi pertempuran berskala kecil di beberapa penjuru kota Surabaya. Masalah ini ditangani oleh Kontak Biro, sebuah lembaga yang menangani masalah insiden rakyat Surabaya dan pasukan Inggris. Pemuda Surabaya meminta pasukan Inggris menyerahkan senjata dan meninggalkan Gedung Bank Internatio di Jalan Jembatan Merah. Permintaan ini ditolak oleh pihak Inggris. Kontak Biro gagal menyelesaikan perselisihan sehingga meletus pertempuran.
 
Perjuangan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia
Dalam peristiwa tersebut Mallaby terbunuh. Kematian Mallaby menimbulkan kemarahan pasukan Inggris. Pada tanggal 9 November 1945, Mayor Jenderal E. C. Mansergh memberi ultimatum kepada rakyat Surabaya dan pemimpin Republik Indonesia untuk menyerah. Ancaman ditolak sehingga pasukan Inggris melancarkan serangan besar-besaran pada tanggal 10 November 1945. Kota Surabaya dibom dari pesawat udara, kapal perang, dan tank Inggris. Pasukan Inggris yang dilengkapi persenjataan modern ini dilawan oleh rakyat Surabaya dengan menggunakan bambu runcing. Tokoh pemuda Surabaya, Bung Tomo, mengobarkan semangat rakyat Surabaya. Pertempuran rakyat Surabaya melawan pasukan Inggris pada tanggal 10 November 1945 hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.

2. Peristiwa-peristiwa dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Selain pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, sejarah mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, antara lain sebagai berikut.

a. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 14–18 Oktober 1945 di Semarang antara pejuang Indonesia dengan tentara Jepang. Pasukan TKR dan para pemuda berjuang pantang menyerah. Mereka menghadapi tentara Jepang yang berjumlah sekitar 2.000 tentara bersenjata lengkap. Banyak pemuda
yang gugur dalam pertempuran tersebut. Untuk mengenang jasa para pemuda yang telah gugur pemerintah membangun sebuah tugu yang dinamakan Tugu Muda. Di antara para pahlawan yang berjasa dalam pertempuran di Semarang adalah Dr. Kariadi. Untuk mengenang dan menghargai beliau,
namanya digunakan menjadi nama sebuah rumah sakit di Semarang, Jawa Tengah.

b. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November–15 Desember 1945. Pembebasan tawanan perang oleh pasukan Sekutu dimanfaatkan tentara NICA (Netherland Indies Civil Administration). Tentara NICA adalah tentara Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia. Tentara NICA mempersenjatai bekas tawanan perang yang dibebaskan. Hal ini menyebabkan pecahnya Perang Ambarawa, yang diawali dengan serangan fajar oleh pasukan TKR dari Magelang. Serangan mendadak itu berhasil memukul mundur pasukan Sekutu.

c. Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu yang disertai pasukan NICA tiba di Medan. Tujuannya adalah untuk membebaskan tawanan Belanda. Akan tetapi, pasukan Sekutu mempersenjatai para tawanan dan membentuk pasukan Medan Batalyon KNIL. Pada tanggal 18 Oktober 1945, pasukan Sekutu mengeluarkan peringatan yang melarang rakyat membawa senjata. Semua senjata harus diserahkan kepada Sekutu. Tindakan pasukan sekutu bersama NICA yang memasang papan bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area(Batas Resmi Wilayah Medan) pada tanggal 1 Desember 1945 dilakukan untuk memperlemah kekuatan Republik Indonesia. Akan tetapi, tindakan ini dibalas rakyat Medan dengan aksi saling menembak. Pertempuran besar terjadi pada tanggal 10 Desember 1945.

d. Bandung Lautan Api
Masuknya tentara Sekutu di Bandung, dimanfaatkan NICA untuk mengembalikan kekuasaan kolonialnya. Pertempuran pun terjadi di Bandung Selatan dengan aksi bumi hangus. Rakyat mengungsi meninggalkan Bandung yang telah menjadi lautan api pada tanggal 23 Maret 1946.

e. Pertempuran Margarana
Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1946 Belanda mendaratkan sekitar 2.000 tentara di Bali. Belanda ingin mendirikan satu negara boneka di wilayah Indonesia bagian timur. Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai dibujuk oleh Belanda untuk bekerja sama. Ngurah Rai menolak mentah-mentah ajakan tersebut. Pada tanggal 18 November 1946, Ngurah Rai menyerang Belanda. Pasukan Belanda menyerah setelah Tabanan digempur oleh Ngurah Rai dan pasukannya. Pihak Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali dan Lombok lengkap dengan pesawat terbang untuk menghadapi pasukan Ngurah Rai. Oleh karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang dan persenjataan yang kurang lengkap pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan. Pertempuran antara pasukan Belanda dengan pasukan Ngurah Rai dikenal dengan nama Puputan Margarana. I Gusti Ngurah Rai gugur bersama seluruh pasukannya. Jasa I Gusti Ngurah Rai dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan wilayah RI sangat besar. Kini namanya diabadikan menjadi nama sebuah bandar udara di Bali.

3. Perjanjian Linggajati
Perjanjian Linggajati diadakan pada tanggal 10 November 1946 di Linggajati, Kuningan, Jawa Barat. Perjanjian ini merupakan hasil perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk menghentikan peperangan. Dalam perundingan tersebut, pihak Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sultan Sjahrir sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Dr. H. J. van Mook. Pada tanggal 15 November 1946, naskah hasil perundingan tersebut ditandatangani oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, baru disepakati secara resmi pada tanggal 25 Maret 1947.
 
Pokok-pokok perjanjian Linggajati adalah sebagai berikut.
  • Belanda hanya mengakui kekuasaan Republik Indonesia yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura.
  • Republik Indonesia dan Belanda akan membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
  • Republik Indonesia Serikat Belanda akan membentuk Uni Indonesia– Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
4. Perjuangan Menghadapi Agresi Militer Belanda
Agresi Militer Belanda adalah serangan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda kepada Indonesia untuk menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Belanda melancarkan agresi militernya sebanyak dua kali.

a. Agresi Militer Belanda Pertama
Dalam perang kemerdekaan setelah tahun 1945, masing-masing pihak menjalankan strategi bertempur dan berdiplomasi. Pendekatan diplomasi pertama antara Indonesia dan Belanda dilakukan di Linggajati, Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 25 Maret 1947. Dalam Perjanjian Linggajati disepakati gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. Akan tetapi, gencatan senjata tidak berlangsung lama. Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda kembali melancarkan serangan ke Indonesia yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda Pertama. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK–PBB) berusaha mendamaikan Indonesia dengan Belanda. Agresi Militer Belanda Pertama mendapat kecaman dari dunia internasional, antara lain dari India dan Australia. Pada tanggal 1 Agustus 1947, DK–PBB bersidang dan memerintahkan untuk menghentikan tembak-menembak. Dalam sidang tersebut, Indonesia diwakili oleh Sultan Sjahrir dan Haji Agus Salim. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Indonesia dan Belanda menyetujui penghentian tembak-menembak. Dengan kesepakatan tersebut, berakhirlah Agresi Militer Belanda I. Untuk mengawasi pelaksanaan penghentian tembak-menembak dan mencari penyelesaian secara damai, DK–PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini beranggotakan tiga negara yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda, dan Amerika Serikat (dipilih oleh Australia dan Belgia). Pada tanggal 27 Oktober 1947, KTN
tiba di Jakarta untuk memulai tugasnya.

b. Perjanjian Renville
Perundingan antara Indonesia dan Belanda yang diawasi KTN dilakukan pada tanggal 8 Desember 1947 di atas Kapal Perang USS Renville milik AS. Perjanjian Renville ditandatangani oleh pihak Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948. Dalam perundingan ini, pihak Indonesia dipimpin
oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. Pihak Belanda dipimpin oleh Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo.
Isi Perjanjian Renville adalah sebagai berikut.
1. Belanda hanya mengakui wilayah Republik Indonesia atas Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian Jawa Barat, dan Sumatra.
2. Tentara Republik Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerah yang telah diduduki Belanda.

c. Agresi Militer Belanda Kedua
Agresi Militer Belanda Pertama dan penumpasan pemberontakan PKI Madiun membuat pasukan RI menjadi lemah. Belanda memanfaatkan kesempatan ini untuk menekan Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1948, jam 06.00 pagi, agresi militer kedua dilancarkan oleh Belanda. Serangan langsung ditujukan ke ibu kota RI, Yogyakarta. Lapangan Terbang Maguwo dapat dikuasai Belanda, dan selanjutnya seluruh kota Yogyakarta. Dalam Agresi Militer kedua, pasukan Belanda menahan Presiden Soekarno, Wakil Presiden M. Hatta, dan beberapa pejabat tinggi negara. Pasukan Indonesia melancarkan serangan gerilya di bawah pimpinan Jenderal Soedirman. Pemerintah Indonesia kemudian membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatra Barat, pada tanggal 22 Desember 1948. Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam menghadapi Agresi Militer Belanda di Yogyakarta, ibu kota Indonesia pada saat itu. Mr. Sjarifuddin Prawiranegara ditunjuk sebagai ketua PDRI dengan maksud agar perlawanan terhadap Belanda tetap terkoordinasi. Agresi Militer Belanda Kedua mendorong DK–PBB mengadakan sidang pada tanggal 24 Januari 1949. Belanda di bawah tekanan DK–PBB meninggalkan Yogyakarta serta membebaskan presiden, wakil presiden, dan pejabat tinggi negara yang ditawan.

B. Konferensi Meja Bundar (KMB)
 
Pada tanggal 1 Maret 1949 gerilyawan Indonesia melakukan serangan umum untuk merebut kembali Yogyakarta. Dalam serangan itu Yogyakarta berhasil direbut setelah enam jam. Akhirnya, pada tanggal 7 Mei 1949 Belanda bersedia berunding dan menghasilkan Perjanjian Roem–Royen yang menyepakati diadakannya konferensi tentang penyerahan kedaulatan yang dikenal dengan Konferensi Meja Bundar. Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Den Haag, Belanda, pada tanggal 22 Agustus 1949–2 November 1949.
 
Konferensi Meja Bundar menghasilkan berbagai kesepakatan sebagai berikut.
  1. Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan sepenuhnya atasIndonesia tanpa syarat.
  2. Penyerahan kedaulatan tersebut selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
  3. Masalah mengenai Irian Barat akan dirundingkan dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan kepada RIS.
  4. Hubungan antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan dalam lembaga Uni Indonesia Belanda.
  5. Kapal perang akan ditarik kembali dari Indonesia. Pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia. Pihak Belanda diwakili oleh Ratu Juliana, sedangkan pihak Indonesia diwakili oleh Mohammad Hatta. Pada saat bersamaan, di Jakarta juga diselenggarakan upacara penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada Indonesia. Pihak Belanda diwakili oleh A.H.J. Lovink dan Indonesia oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX.Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Presiden Soekarno kembali ke Jakarta. Sejak saat itulah Jakarta menjadi ibu kota Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun, RIS berusia sangat singkat. Pada tanggal 15 Agustus 1950, pemerintah memutuskan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. Menghargai Perjuangan Para Tokoh Kemerdekaan
 
Perjuangan para tokoh untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak dapat dinilai dan diukur dengan apa pun. Mereka berjuang tanpa pamrih demi nusa dan bangsa. Kita wajib menghargai jasa-jasa mereka.

Cara menghargai perjuangan para tokoh di antaranya sebagai berikut.
1. Mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang bermanfaat.
2. Hidup rukun dan tolong-menolong sebagai perwujudan rasa persatuan.
3. Mendoakan para pahlawan secara tulus dan ikhlas.
4. Berziarah ke Taman Makam Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan.
5. Memperingati hari-hari nasional bersejarah, misalnya Hari Pahlawan.
6. Meneladani sikap tokoh dalam kehidupan sehari-hari.
7. Senang membaca kisah hidup dari masing-masing tokoh.
8. Mau menambah pengetahuan dan wawasan, agar bangsa kita mampu bersaing dengan bangsa lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode Analisis PIECES

Aritmetika Bilangan Jam dan Operasi Hitungnya

Kerajaan Singasari